Sabtu, 28 Februari 2015
Kamis, 26 Februari 2015
Posted by Unknown
On 22.02
Categories:
Rabu, 25 Februari 2015
Posted by Unknown
On 21.21
Jumlah penari bedhaya dapat diartikan atau diasosiasikan sebagai berikut :
1.
Melambangkan
9 arah mata angin
2.
Melambangkan
9 lubang pada tubuh manusia
3.
Struktur
tubuh manusia yang terdiri dari satu kepala, satu hati, satu leher, dua lengan,
satu dada, dua tungkai, dan satu organ seks
Categories:
Posted by Unknown
On 21.17
1. Bedhaya Ketawang
Dedhaya Ketawang bukan
suatu tarian yang semata-mata untuk tontonan, karena tari ini hanya ditarikan
untuk sesuatu yang khusus dalam suasana yang resmi sekali. Seluruh suasana jadi
sangad khudus, sebab tarian ini hanya dipergelarkan berhubungan berhubungan
dengan peringatan ulang tahun tahta kerajaan saja. Jadi tarian ini hanya sekali
setahun dipergelarkannya Selama tarian berlangsung tiada hidangan keluar, juga
tidak dibenarkan orang merokok. Makanan, minuman atau pun rokok dianggap hanya
akan mengurangi kekhidmatan jalannya upacara adat yang suci ini.
Bedhoyo Ketawang ini
dipandang sebagai suatu tarian ciptaan Ratu diantara seluruh mahluk halus.
Bahkan orang pun percaya bahwa setiap kali Bedhoyo Ketawang ditarikan, sang
pencipta selalu hadir selalu hadir juga serta ikut menari. Tidak setiap orang
dapat melihatnya, hanya pada mereka yang peka saja sang pencipta menampakkan
diri. Konon dalam latihan-latihan yang dilakukan, serig pula sang pencipta ini
membetul-betulkan kesalahan yang dibuat oleh para penari. Bila mata orang awam
tidak melihatnya, maka penari yang bersangkutan saja yang merasakan
kehadirannya.Dalam hal ini ada dugaan, bahwa semula Bedhoyo Ketawang itu adalah
suatu tarian di candi-candi.
2. Bedhaya Semang
Tari
putri klasik di Istana Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang diciptakan
oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I dan dianggap sebagai pusaka. Hal ini dapat
dibuktikan pada saat awal pertunjukannya para penari keluar dari Bangsal
Prabayeksa, yaitu tempat untuk menyimpan pusaka-pusaka Kraton menuju Bangsal
Kencono. Tari Bedhaya Semang yang sangat disakralkan oleh Kraton
merupakan reaktualisasi hubungan mistis antara keturunan Panembahan Senopati
sebagai Raja Mataram Islam dengan penguasa Laut Selatan atau Ratu Laut Selatan,
yaitu Kanjeng Ratu Kidul. Menurut Babad Nitik, Bedhaya adalah
gubahan Kanjeng Ratu Kidul, sedangkan nama semang (Bedhaya semang)
diberikan oleh Sultan Agung. Tari bedhaya semang tersebut dipagelarkan
untuk kepentingan ritual istana, seperti peristiwa jumenengan.
Berdasarkan tradisi yang telah ada, jumlah penari bedhaya terdiri dari
sembilan orang. Penari Bedhaya tersebut mendapatkan status sebgai
pegawai Kraton dengan sebutan abdi dalem Bedhaya (Lihat abdi dalem
bedhaya). Jumlah penari sembilan orang dipahami sebagai lambang arah mata
angin, arah kedudukan bintang-bintang (planet-planet) dalam kehidupan alam
semesta, dan lambang lubang hawa sebagai kelengkapan jasmaniah manusia (babadan
hawa sanga, Jawa), yakni dua lubang hidung, dua lubang mata, dua lubang
telinga, satu lubang kemaluan. Satu lubang mulut dan satu lubang dubur. Penari
Bedhaya semang yang berjumlah sembilan orang terdiri dari : batak, endhel,
jangga (gulu), apit ngajeng, apet wingking, dhadha, endhel wedalam ngajeng,
endhel wedalan wingking dan buntil.
Para
penari Bedhaya semang memakai busana yang sama. Hal itu merupakan
simbolisasi bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan dan wujud yang sama.
Namun demikian tata busana yang dipakai para penari mengalami perubahan sesuai
dengan kehendak sultan yang sedang memerintah.
3. Bedhaya Sabda
Aji
Ditarikan oleh sembilan orang,
bercerita tentang sabda (perintah) aji (raja) atau perintah Sri Sultan HB IX
kepada para empu tari untuk menyempurnakan tari golek menak. Salah satu penari
dalam Bedhaya Sabda Aji adalah putri sulung Sri Sultan HB X, GKR Pembayun.
4. Bedhaya Angron Sekar
Cerita dalam bedhaya ini adalah Sutawijaya
yang menaklukan Arya Penangsang. Istri Arya Penangsang, Angron Sekar, yang
tahun kalau pasangannya ditaklukkan Sutawijya bermaksud balas dendam. Namun
akhirnya justru Angron Sekar jatuh cinta terhadap Sutawijaya.
Bedhaya Angron Sekar ini merupakan karya dari K.R.T. Sasmintadipura.
Bedhaya Angron Sekar ini merupakan karya dari K.R.T. Sasmintadipura.
5. Bedhaya Herjuna Wiwaha
Bedhaya ini menceritakan proses
pengangkatan KGPH Mangkubumi menjadi Sri Sultan HB X
6. Bedhaya Sumreg
Bedhaya Sumreg atau Sumbreg merupakan
salah satu "bedhaya pusaka" milik Kraton Yogyakarta. Bedhaya Sumreg
ini memiliki arti sebagai bidadari yang menari dengan iringan gending ageng
Ladrang dan Ketawang. Bedhaya Sumreg pertama kali muncul pada masa Sri
Susushunan Paku Buwono I (Geger Spei).
Setelah Mataram pecah menjadi Kasuhunan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono I menyusun lagi Bedhaya Sumreg seiring dengan pendirian Kasultanan Yogyakarta. Dikisahkan pula saat Sri Sultan Hamengkubuwana I melabuh di Pantai Parangkusuma, beliau disambut dengan Bedhaya Sumreg yang ditarikan oleh para penari dari Pantai Selatan.
Bedhaya Sumreg ini mengkisahkan tentang sikap dan cara yang ditempuh oleh para pemimipin dalam mengatasi berbagi persoalan di jamannya. Pesan yang disampaikan oleh Bedhaya ini adalah agar kehidupan manusia di bumi kembali saling menghargai dan menghormati segala bentuk perbedaan dengan berlandaskan hubungan kekeluargaan, berbudaya, dan beragama.
Setelah Mataram pecah menjadi Kasuhunan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono I menyusun lagi Bedhaya Sumreg seiring dengan pendirian Kasultanan Yogyakarta. Dikisahkan pula saat Sri Sultan Hamengkubuwana I melabuh di Pantai Parangkusuma, beliau disambut dengan Bedhaya Sumreg yang ditarikan oleh para penari dari Pantai Selatan.
Bedhaya Sumreg ini mengkisahkan tentang sikap dan cara yang ditempuh oleh para pemimipin dalam mengatasi berbagi persoalan di jamannya. Pesan yang disampaikan oleh Bedhaya ini adalah agar kehidupan manusia di bumi kembali saling menghargai dan menghormati segala bentuk perbedaan dengan berlandaskan hubungan kekeluargaan, berbudaya, dan beragama.
7. Bedhaya Sang Amurwabhumi
Salah satu jenis tari klasik gaya
Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X. Karya tari ini
merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada swargi (almarhum Sri
Sultan Hamengku Buwana IX), yang mempunyai konsep filosofis, yakni setia kepada
janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik dan sosial, konsep
dan ide dasar tari ini dari Sri Sultan Hamengku Buwana X. Sedangkan
koreografinya oleh K.R.T.Sasmintadipura.
Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990.
Bedhaya Sang Amurwabhumi ditarikan oleh sembilan putri (penari) dan berdurasi dua setengah (2,5 ) jam, diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan sebagai simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik, melalui pola pikir untuk mengayomi dan mensejahterakan rakyat.
Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti juga dengan bedhaya yang lain sesuai dengan tradisi tetap mengacu pada patokan baku tari bedhaya. Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit, yang selesai ditulis bertepetan pada hari Sabtu Pahing. Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil sentral pada perkimpoian sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) mensimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan.
Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990.
Bedhaya Sang Amurwabhumi ditarikan oleh sembilan putri (penari) dan berdurasi dua setengah (2,5 ) jam, diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan sebagai simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik, melalui pola pikir untuk mengayomi dan mensejahterakan rakyat.
Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti juga dengan bedhaya yang lain sesuai dengan tradisi tetap mengacu pada patokan baku tari bedhaya. Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit, yang selesai ditulis bertepetan pada hari Sabtu Pahing. Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil sentral pada perkimpoian sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) mensimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan.
8. Bedhaya Pangkur
9. Bedhaya Duradasih
10. Bedhaya Mangunkarya
11. Bedhaya Sinom
12. Bedhaya Endhol – Endhol
13. Bedhaya Gandrungmanis
14. Bedhaya Kabor
15. Bedhaya Tejanata
Categories:
Posted by Unknown
On 21.13
~
Susunan Penari ~
1. Peran penari batak
merupakan simbol akal pikiran dalam setiap jiwa manusia.
2. Peran endhel
merupakan simbol dari perwujudan nafsu yang timbul dari hati
3. Peran dhadha
merupakan perwujudan dhadha manusia, tempat mengendalikan diri
4. Peran jangga
merupakan perwujudan leher manusia
5. Peran apit ngajeng
merupakan perwujudan lengan kanan manusia
6. Peran apit wingking
merupakan perwujudan lengan kiri manusia
7. Peran endhel
wedalan ngajeng merupakan perwujudan tungkai kanan manusia
8. Peran endhel
wedalan wingking merupakan perwujudan tungkai kiri manusia
9. Peran buntil
merupakan perwujudan alat kelamin (organ seks)
Categories:
Posted by Unknown
On 21.09
Menurut sejarahnya, tari Bedhaya dalam pelembagaannya merupakan tari klasik yang sangat tua usianya dan merupakan kesenian asli Jawa. Tari Bedhaya yang tertua adalah Bedhaya Semang yang diciptakan oleh Hamengku Buwono I pada tahun 1759, dengan cerita perkawinan Sultan Agung dari Mataram dengan Ratu Kidul yang berkuasa di samudera Indonesia. Pelembagaan tari Bedhaya Semang ini dianggap sakral karena perkawinan tersebut dianggap sebagai hubungan suci. Karena kesakralannya itulah, maka Bedhaya Semang menjadi pusaka kraton yang sangat dikeramatkan. Sebagai sebuah genre tari, spesifikasi Bedhaya antara lain, adalah pertama, ditunjukkan dengan penggunaan penari putri yang pada umumnya berjumlah sembilan dan mempergunakan rias busana yang serba kembar. Kedua, Bedhaya sebagai salah satu genre tari Jawa, telah dijadikan sumber referensi dalam penyusunan gerak tari putri di keraton Yogyakarta. Ketiga, tari Bedhaya memiliki muatan makna simbolik dan filosofis yang tinggi dan dalam, sehingga menjadi contoh yang paling tepat bagi cara penerapan konsep alus-kasar dalam tari Jawa (Pudjasworo 1993:2).
Muatan
makna simbolik filosofis yang begitu tinggi dan dalam dari tari
Bedhaya, menyebabkan genre tari ini senantiasa ditempatkan sebagai salah
satu bentuk seni pertunjukan yang paling penting di kasultanan
Yogyakarta dan kasunanan Surakarta. Tarian ini bahkan dianggap sebagai
salah satu atribut sang raja, yang pada gilirannya juga berfungsi
sebagai sarana untuk melegitimasi kekuasaan dan kewibawaan para sultan
atau sunan. Niat dari setiap pergelaran tari Bedhaya untuk state ritual,
yang bisa dilihat di dalam setiap kandha Bedhaya Srimpi, yakni selalu
ditujukan untuk membangun kesejahteraan serta kemakmuran rakyat dan
negara, kelangsungan kekuasaan sang raja, dan semakin meningkatkan
kewibawaan dan kemashuran, serta harapan agar sang raja mendapat
anugerah usia panjang (Pudjasworo 1993:8).
Sejak
zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I sampai sekarang (Sultan H.
B. X), tradisi memiliki pelembagaan Bedhaya terus dilakukan.
Masing-masing Sultan ketika memerintah sengaja menciptakan atau
mementaskan pelembagaan tarian itu, semata-mata bukan kepentingan
pertunjukansaja, tetapi sebagai perwujudan pengukuhan kewibawaan, dan
lebih kepada kepentingan ritual. Ciri-ciri itu dapat dilihat misalnya
tempat pementasannya yang diselenggarakan di Bangsal Kencana dan
digunakan untuk kepentingan upacara penting, misalnya hari ulang tahun
raja, penobatan, dan ulang tahun penobatan raja. Sultan sebagai saksi
utama dan cerita atau tema yang dibawakan memiliki isi atau pun nilai
tertentu. Para penari yang membawakan harus dalam keadaan bersih dalam
arti tidak sedang menstruasi ( Hadi 2001:83).
Dalam
upacara-upacara atau ritus kerajaan yang bersifat sakral dengan
menghadirkan tari Bedhaya itu, berfungsi sebagai alat kebesaran raja,
sama dengan alat-alat kebesaran yang lain yang memiliki kekuatan magis
seperti berbagai macam senjata, payung kebesaran, mahkota, dan
benda-benda lainnya. Bedhaya dan benda-benda dengan kekuatan magis yang
terkandung di dalamnya, berfungsi sebagai regalia atau pusaka kerajaan,
yang senantiasa turut memperkokoh maupun memberi perlindungan,
ketenteraman, kesejahteraan kepada raja beserta seluruh kawulanya.
Kepercayaan seperti itu memiliki makna peranan kosmis raja, istana dan
pemerintahannya, yakni kesejajaran antara mikrokosmos dan makrokosmos.
Artinya istana sebagai mikrokosmos berusaha mencari keselarasan,
keserasian maupun keharmonisan kehidupan dengan makrokosmos, yaitu
mengharapkan kelanggengan untuk mencapai kesejahteraandan kemakmuran
Categories:
Posted by Unknown
On 00.31
Tentu masih banyak yang mengingat saat raja Jogja menikahkan putri bungsunya, pada saat resepsi pernikahan yang dilaksanakan di kepatihan para tamu disuguhi tari tradisional yang menampilkan perempuan yang cantik jelita nan anggun. Tari ini bernama tari bedaya keraton Jogjakarta. tari ini menampilkan 9 penari bercerita pertemuan antara kajeng ratu kidul dengan penembahan senopati yang tak lain adalah raja mataram. Konon keduanya jatuh cinta dan panembahan senopati meminta agar kanjeng ratu kidul untuk datang ke keraton dan mengajarkan tarian untuk mengajari para penari-penari ini di keraton. Akhirnya sang ratu menyanggupi dan setiap hari selasa kliwon atau anggara kasih sang ratu datang untuk mengajarkan tari ini di kraton. Menurut orang tua yang paham akan sejarah tarian ini, tarian bedaya memang dianggap tarian yang sacral sehingga tak sembarangan orang bisa menarikan dan ada ritual-ritual khusus yang harus dilaksanakan.
Karena tarian ini depercaya adalah ciptaan sang ratu maka setiap akan dipentaskan harus meminta ijin dari kanjeng ratu kidul. Ritual yang biasanya dilaksanakan adalah ritual caos dahar yaitu berkomunikasi dengan roh halus. Caos dahar dilakukan 5 kali yaitu menghadap ke selatan untuk ratu kidul, menghadap ke utara bhatari durga, menghadap ke barat ratu sekar kedhaton dan ke selatan lagi untuk berpamitan kepada ratu kidul. Kostum yang dipakai juga konon diciptakan oleh sang ratu dan dipercaya seperti itulah gambaran sang ratu, jadi jangan heran jika para penari ini memang cantik jelita dan wajahnya pun jika diperhatikan memang serupa. Tarian ini juga dipercaya tersimpan pesona mistis karena setiap tarian ini dilakukan dipercaya sang ratu datang baik itu saat latihan ataupun saat dipentaskan, konon setiap dipentaskan ada sebagian orang melihat tidak hanya 9 gadis yang ada tetapi ada 10 gadis yang menarikan tari bedaya ini yang satu dipercaya adalah titisan dari kanjeng ratu kidul, tetapi tidak semua orang bisa melihat hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihat fenomena ini. Satu lagi yang menjadi syarat untuk menarikan tarian ini selain para penari harus melakukan lelaku misal berpuasa juga sebagai syarat mutlak adalah si penari harus masih suci atau perawan dan tidak dalam keadaan haid jadi harus dalam keadaan bersih. Tarian ini merupakan tarian leluhur dan sangat dihormati karena ini juga sebagai kekayaan bangsa yang harus di lestarikan.
Categories:
Langganan:
Postingan (Atom)